Cari Blog Ini

Minggu, 12 Februari 2012

PERUBAHAN UUD 1945 PADA MASA SETELAH PERUBAHAN

PERUBAHAN UUD 1945 PADA MASA SETELAH PERUBAHAN

1.Cara dan teknik perubahan Undang-Undang Dasar

Jika kalian salah dalam membuat catatan harian, tentu mudah mengubahnya. Tetapi jikasudah membuat aturan kelas, yang disepakati bersama, untuk mengubahnya bukan soal mudah. Ada prosedur yang bertele-tele. Bayangkan, tentu akan rumit lagi jika Undang-Undang Dasarsuatu negara diubah. Walau rumit tetapi UUD masih memungkinkan untuk diubah. Nah, dalam hukum tata negara dikenal ada dua cara untuk mengubah UUD.

Pertama, perubahan yang dilakukan berdasarkan prosedur yang diatur sendiri oleh UUD. Cara ini disebut Verfassung Anderung atau sering disebut perubahan cara konstitusional.

Kedua, perubahan dilakukan tidak berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UUD. Cara ini disebut Verfassung Wandlung. Cara ini sering disebut bersifat revolusioner (Jimly Asshiddiqie, 2001:10-11). Sementara berdasarkan tradisinya, maka terdapat dua teknik perubahan UUD, yaitu tradisi Eropa Kontinental dan tradisi Amerika Serikat.

a. Berdasarkan tradisi Eropa Kontinental perubahan dilakukan langsung dalam teks UUD. Jika perubahan itu menyangkut materi tertentu naskah UUD yang asli tidak banyak mengalami perubahan. Tetapi jika materi diubah banyak, apalagi kalau perubahannya sangat mendasar, maka biasanya naskah UUD itu disebut dengan nama baru sama sekali
(penggantian)

b. Menurut tradisi Amerika Serikat perubahan dilakukan terhadap materi tertentu dengan menetapkan naskah amandemen yang terpisah dari naskah asli UUD

 2.Dasar hukum perubahan UUD 1945

Pada bab terdahulu telah dipelajari bahwa UUD 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis bagi kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai hukum dasar tentulah berpengaruh besar terhadap kehidupan bangsa Indonesia. Atas dasar kepentingan UUD 1945 itulah maka untuk mengubah UUD 1945 musti dipertimbangkan secara matang. Sekali berubah akan membawa pengaruh besar bagi perkembangan sejarah kehidupan bangsa. Perubahan itu menentukan masa depan kehidupan serta kesejahteraan bangsa tersebut. Perubahan UUD 1945 harus memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan bangsa, sesuai dengan aspirasi rakyat serta perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu perubahan UUD 1945 dilandasi oleh hukum jelas.

Adapun dasar hukum perubahan UUD 1945 adalah UUD 1945 itu sendiri, yaitu pasal 37,yang berbunyi:
(1) Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
(2) Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota
yang hadir.

Perubahan pasal 37 yang keempat kali, pada tahun 2002, menjadi :

(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

3. Hasil perubahan UUD 1945

Perubahan sistem politik dan pemerintahan dari Orde Baru ke era reformasi menuntut pula perubahan dan perbaikan di segala bidang kehidupan bangsa. Bahkan UUD 1945 yang
telah berlaku selama berpuluh-puluh tahun juga dipandang perlu ada perubahan pada pasalpasal tertentu. Pilihan pasal adalah yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman dan kehidupan masyarakat Indonesia. Keinginan untuk mengubah beberapa pasal itu datang dari masyarakat. Mereka tergabung dalam berbagai organisasi. Mereka menyampaikan aspirasi kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk segera melakukan peubahan terhadap UUD 1945. MPR memang mempunyai wewenang untuk mengubah UUD 1945 setelah ada aspirasi tersebut.

Gambar 2.5 Sidang MPR
Sumber: www.tempointeractive
Perubahan UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR yang dilaksanakan empat kali yaitu:

- Perubahan pertama yang ditetapkan dalam Sidang Umum MPR 1999 mencakup sembilan pasal. Dalam sidang yang ditutup pada 19 Oktober 1999 MPR menetapkan sebagai berikut:
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguhsungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa dan negara, serta dengan kewenangannya berdasarkan pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia mengubah pasal 5 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 ayat (2), Pasal 14, pasal 15, pasal 17 ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan pasal 21.

- Perubahan kedua dilaksanakan dalam Sidang Tahunan MPR 2000 menyangkut tujuh
bab mendasar. Dalam sidang yang ditutup pada tanggal 18 Agustus 2000 MPR menetapkan sebagai berikut: Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguhsungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa dan negara, serta dengan kewenangannya berdasarkan pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia mengubah dan/atau menambah Pasal 18, Pasal 18 A,Pasal 18B. Pasal 19, Pasal 20 Ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab. IXA, Pasal 25E, Bab X, Pasal 26 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 27 Ayat (3), Bab XA, Pasal 28 A, Pasal 28B, Pasal 28 C, Pasal 28D, Pasal 28 E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28 H,Pasal 28 I, Pasal 28 J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C.

- Perubahan ketiga dalam Sidang Tahunan 2001 yang mencakup 11 pasal dan dua bab menyangkut hal-hal yang sangat strategis, seperti pemilihan presiden, pembentukan Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, Dewan Perwakilan Daerah, dan Pemilihan Umum. Dalam sidangnya yang ditutup pada tanggal 9 November 2001 MPR menetapkan sebagai berikut:
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguhsungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa dan negara , serta dengan kewenangannya berdasarkan pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia mengubah dan/atau menambah Pasal 1 Ayat (2) dan (3), Pasal 3 Ayat (1), (3), dan (4), Pasal 6 Ayat (1) dan (2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3), dan (5); pasal 7A;Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7); Pasal 7C, pasal 8 Ayat (1) dan (2) ; Pasal 11 Ayat (2) dan (3);Pasal 17 Ayat (4); bab. VIIA, Pasal 22C ayat 1,(2), (3), dan (4); Pasal 22D Ayat (1), (2), (3), dan (4); Bab. VIIIB, Pasal 22E Ayat (1),(2),(3),(4). (5) dan (6); pasal 23 Ayat (1), (2), dan (3); pasal 23A; Pasal 23C, Bab.VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2) dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23 G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2); Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), Pasal 24B Ayat (1), (2), (3), dan (4), Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6).

- Perubahan keempat dalam Sidang Tahunan MPR 2002 yang menyangkut 12 pasal, tiga pasal Aturan Peralihan dan dua pasal Aturan Tambahan serta dihapuskannya lembaga DPA. Dalam sidang yang ditutup pada tanggal 10 Agustus 2002 MPR menyatakan sebagai berikut:
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguh sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa dan negara , serta dengan kewenangannya berdasarkan pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menetapkan:

(a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan perubahan keempat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan secara aklamasi dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat;

(b) Penambahan bagian akhir pada Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan kalimat, “Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-9 tanggal 8 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,

(c) Pengubahan penomoran Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) Perubahan Ketiga Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 3 ayat (2) dan Ayat (3); Pasal 25 E Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 25A;

(d) Penghapusan judul Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan pengubahan substansi Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara.

(e) Pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3); Pasal 11 ayat (1); Pasal 16; pasal 23 D; Pasal 24 ayat (3); Bab. XIII; Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5); Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2); Bab XIV, Pasal 33 ayat (4) dan ayat (5); Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4); Pasal 37 ayat (1), ayat(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Aturan Peralihan Pasal I,II, dan III; Aturan Tambahan Pasal I dan II Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan konstitusi di Indonesia tidak dapat disebut sebagai perubahan model Eropa Kontinental maupun model Amerika Serikat tetapi dituangkan dalam bentuk hukum tertentu.

4.Arti penting perubahan UUD 1945 bagi kehidupan bangsa Indonesia.

Perubahan UUD 1945 memiliki arti penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Adapun arti penting itu, di antaranya:

Gambar 2.6 Kebebasan pers terjamin

Menghilangkan pandangan ada keyakinan bahwa UUD 1945 merupakan hal yang sakral, tidak bisa diubah, diganti, dikaji mendalam tentang kebenarannya seperti doktrin yang diterapkan pada masa Orde Baru. Perubahan UUD 1945 memberikan peluang kepada bangsa Indonesia untuk membangun diri serta melaksanakan pembangunan yang sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat.

Perubahan UUD 1945 mendidik jiwa demokrasi yang sudah dipelopori oleh MPR pada waktu mengadakan perubahan UUD itu sendiri, sehingga lembaga negara, badan-badan lainnya serta dalam kehidupan masyarakat berkembang jiwa demokrasi. Perubahan UUD 1945 menghilangkan kesan jiwa UUD 1945 yang sentralistik dan otoriter sebab dengan adanya amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden dibatasi, kekuasaan presiden dibatasi, sistem pemerintahan desentralisasi dan otonomi. Perubahan UUD 1945 menghidupkan perkembangan politik ke arah keterbukaan. Perubahan UUD 1945 mendorong para dekiawan dan berbagai tokoh masyarakat untuk lebik proaktif dan kreatif mengkritisi pemerintah (demi kebaikan) sehingga mendorong kehidupan bangsa yang dinamis (berkembang) dalam segala bidang baik politik, ekonomi, sosial budaya sehingga dapat mewujudkan kehidupan yang maju dan sejahtera sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju.

D. Sikap Positif terhadap Pelaksanaan UUD 1945 Hasil Amandemen

Hidup di Indonesia akan terasa tertib jika warga mau berpegangan kepada UUD 1945. Di depan sudah dijelaskan UUD 1945 merupakan tatanan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Jadi, bila kita mengikuti tatanan itu maka hidup tertib bisa dinikmati. Kenyataannya kita sering melihat kehidupan yang tidak tertib. Contoh, di mana-mana muncul aksi unjuk rasa dengan kekerasan. Kenapa hal itu terjadi? Salah satu alasan karena masyarakat belum sepenuhnya bersikap positif terhadap UUD 1945 hasil amandemen. Nilainilai yang terkandung di dalam UUD 1945 akan dapat diterapkan di dalam kehidupan bangsa Indonesia apabila seluruh warga negara Indonesia memiliki sikap porsitif terhadap UUD 1945 hasil amandemen. Untuk lebih memahami tentang sikap positif terhadap UUD 1945 hasil amandemen, perhatikan uraian materi pelajaran di bawah ini!


Gambar 2.7 Pelaksanaan Upacara Bendera
petugas membaca Pembukaan UUD 1945

1. Kesetiaan terhadap konstitusi
Warga negara yang baik wajib setia terhadap bangsa dan negara. Apa sebenarnya ukuran kesetiaan dimaksud? Setidaknya ada empat ukuran, yaitu setia terhadap ideologi negara, setia terhadap konstitusi negara, setia terhadap peraturan perundang-undangan negara dan setia terhadap kebijakan pemerintah. Dari ukuran itu saja sudah jelas, seorang warga dituntut untuk setia terhadap konstitusi negara. Oleh karena itu setiap warga negara wajib memiliki perilaku positif terhadap konstitusi negara. Setia terhadap konstitusi memiliki makna perilaku yang peduli atau setidaknya memperhatikan konstitusi (UUD) dengan mempelajari isinya, mengkaji makna konstitusi, melaksanakan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, mengamankan pelaksanaannya, berani membela (menegakkan) jika konstitusi itu dilanggar. Contoh sikap positif terhadap nilai-nilai konstitusi hasil amandemen.
a. Berusaha mempelajari isi konstitusi hasil amandemen agar memahami makna konstitusi
tesebut.
b. Melaksanakan isi konstitusi sesuai profesi masing-masing.
c. Membantu pemerintah dalam mensosialisasikan isi konstitusi hasil amandemen kepada
masyarakat.
d. Melaporkan kepada yang berwajib apabila ada pihak-pihak yang ingin melanggar konstitusi.
e. Mengawasi para penyelenggara negara agar melaksanakan tugas sesuai konstitusi yang
berlaku.
f. Mempelajari peraturan perundang-undangan yang berlaku, apakah sudah sesuai dengan
konstitusi atau belum. Jika belum maka perlu mengusulkan kepada badan yang berwenang
agar diadakan perubahan.
g. Mengamati berbagai kegiatan politik /partai politik apakah sudah sesuai dengan konstitusi
yang berlaku.
h. Menanamkan nilai-nilai konstitusi, khususnya perjuangan bangsa kepada generasi penerus
bangsa.
i. Menangkal masuknya ideologi negara lain yang bertentangan dengan konstitusi Indonesia.
j. Menangkal masuknya budaya asing yang bertentangan dengan konstitusi.

2.Usaha mengembangkan sikap positif terhadap pelaksanaan UUD 1945 hasil
Amandemen

Sekarang yang menjadi pertanyaan kita, kalau sikap positif belum terbentuk, adakah cara untuk mengembangkan sikap positif itu? Ternyata ada. Berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh pemerintah atau warga negara untuk mengembangkan sikap positif terhadap pelaksanaan UUD 1945 hasil amandemen antara lain:
a. Mensosialisasikan isi/materi konstitusi hasil amandemen kepada masyarakat lewat kursus, penataran dll.
b. Mengadakan penyuluhan akan arti penting hidup berbangsa dan bernegara.
c. Pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan ketentuan UUD 1945
hasil amandemen.
d. Mensosialisasikan peraturan perundang-undangan yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen.
e. Para penyelenggara negara dalam bertugas harus sesuai ketentuan UUD 1945 hasil amandemen.
f. Sistem politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam UUD 1945 hasil amandemen.
g. Mengadakan pengawasan secara ketat terhadap para penyelenggara negara agar penyelenggaraan pemerintahan sesuai UUD 1945 hasil amandemen.
h. Menggiatkan kegiatan-kegitan yang sesuai dengan makna UUD 1945.
i. Memberikan sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang membahayakan keselamatan bangsa dan negara.
j. Pelaksanaan pendidikan (formal dan nonformal) disesuaikan dengan isi UUD 1945 hasil amandemen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar